Perangkap Hasil Survei Pilpres

Senin, 11 Desember 2023 12:15 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Warga yang tidak cukup sadar politik dan tidak cukup melek-survei akan relatif lebih mudah terperangkap oleh jebakan hasil survei. Repotnya ialah bila hasil survei itu dipublikasikan oleh lembaga yang kurang kredibel atau memiliki konflik kepentingan karena juga bertindak sebagai konsultan politik.

Lembaga survei semakin gencar mempublikasikan hasil survei masing-masing. Makin dekat hari pemilihan presiden, makin ramai pula publikasi survei. Berbagai sudut pandang digali oleh lembaga survei untuk memotret kontestansi pasangan capres-cawapres dengan melihatnya dari berbagai kemungkinan, misalnya tingkat keterpilihan capres di mata anak muda milenial, di mata ibu-ibu rumah tangga, dan di mata pemegang hak pilih yang belum menentukan pilihan.

Lantas apa manfaat publikasi survei ini? Bagi pasangan capres-cawapres, tim sukses dan pemenangan, elite politik, dan partai, barangkali punya makna yang cukup signifikan. Mereka, apabila mempercayai hasil survei lembaga-lembaga tertentu, mungkin akan memakai hasil tersebut sebagai rujukan untuk membahas langkah-langkah tertentu. Bahkan, mungkin saja mereka pasti percaya sebab lembaga survei itu sekaligus menjadi konsultan politik mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi bagi masyarakat umum, manfaat apa yang bisa mereka ambil dari publikasi ini? Apakah masyarakat dapat memahami dengan baik dan benar hasil survei, lalu menjadikannya sebagai rujukan pula untuk menentukan pilihan capres-cawapres mana yang akan dipilih nanti?

Nilai positif hasil survei dapat dimanfaatkan oleh publik, tapi hanya publik yang mengerti benar bagaimana sebuah survei dilakukan dan hasil survei tersebut mesti dibaca bagaimana. Maknanya, kemanfaatan survei hanya dapat diambil oleh warga masyarakat yang melek-survei atau memiliki literasi yang memadai mengenai survei.

Setiap survei dirancang sesuai tujuan yang ingin dicapai dan data apa yang ingin diperoleh. Banyak aspek terkait dengan desain survei, mulai dari metode, pemilihan responden, jumlah sampel survei, desain kuesioner, tanya jawab atau responden mengisi sendiri, kapan survei dilakukan, dan seterusnya. Semua ini ada di balik layar yang memisahkan desain dan pelaksanaan survei dengan hasil survei yang dipublikasikan.

Lembaga survei yang kredibel akan menyampaikan fakta-fakta terkait desain survei hingga tingkat tertentu. Namun, masyarakat luas niscaya tidak akan memahami pengungkapan yang bersifat terbatas ini. Misalnya, mengapa pengambilan sampelnya begini dan bukan begitu, mengapa responden yang diajak berpartisipasi segmen ini dan bukan itu, dst.

Jadi, praktis, secara umum warga masyarakat hanya akan memperhatikan atau bahkan sekedar melihat angka-angka hasil survei untuk memudian mereka mengambil simpulan tertentu. Misalnya, “Oh, capres-cawapres A lebih unggul di daerah ini. Oh, capres-cawapres ini meninggalkan jauh kompetitornya, dst.” Hasil inilah yang langsung menancap ke benak warga, dan warga yang tidak cukup melek-survei akan langsung mengambil simpulan tertentu tanpa mempertimbangkan konteks pelaksanaan survei, bahkan mungkin tanpa mempertimbangkan kegunaan survei tersebut untuk apa.

Kurangnya literasi atau pemahaman dan kesadaran mengenai fungsi sebuah survei beserta tujuannya ini membuat sebagian warga masyarakat kemudian menempatkan hasil survei cenderung secara berlebihan. Misalnya, warga kemudian menjadikannya rujukan untuk mengambil keputusan, antara lain siapa capres-cawapres yang akan dipilih nanti. Hasil survei memengaruhi kecondongan warga dalam menentukan pilihan, bahkan juga berpotensi menggiring warga masyarakat ke arah pilihan tertentu.

Sebagian warga mungkin memiliki kecondongan untuk mengikuti arus utama. Dalam konteks pilpres, warga ini kemudian condong untuk nanti memilih pasangan capres-cawapres yang unggul dalam survei. Rasionalitas mereka terperangkap oleh hasil survei yang ternyata mampu memengaruhi dan bahkan membingkai keputusan yang akan diambil warga. Warga yang tidak cukup sadar politik dan tidak cukup melek-survei akan relatif lebih mudah terperangkap oleh jebakan hasil survei. Repotnya ialah apabila hasil survei itu dipublikasikan oleh lembaga yang kurang kredibel atau memiliki konflik kepentingan karena juga bertindak sebagai konsultan politik.

Lembaga survei semestinya memiliki tanggungjawab untuk menyadarkan warga masyarakat tentang bagaimana sebuah kegiatan survei dilakukan agar mereka melek-survei dengan relatif baik. Bukan sebaliknya, kurangnya literasi warga justru dimanfaatkan untuk memengaruhi pilihan mereka dan menggiring warga ke arah yang menguntungkan pasangan capres-cawapres tertentu. Media massa dan para jurnalis sesungguhnya dapat berkontribusi untuk mendorong warga agar semakin melek-survei. Betapapun, media massa dan lembaga survei seharusnya memikul tanggungjawab bagi terselenggaranya proses-proses demokrasi, khususnya pilpres, yang sehat dan menjauhi manipulasi persepsi yang bersandar pada kurangnya literasi masyarakat. >>

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content

test

Rabu, 17 Juli 2024 08:22 WIB

img-content
img-content
Lihat semua

Terkini di Catatan dari Palmerah

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Catatan dari Palmerah

Lihat semua